Mengangkat Tangan Ketika Berdoa
November 01, 2015
Mengangkat tangan ketika sedang berdoa adalah hal
yang disyariatkan dalam Islam. Perbuatan ini merupakan salah satu adab dalam
berdoa dan juga nilai tambah yang mendukung terkabulnya doa. Mari kita bahas
secara rinci bagaimana hukum dan tata caranya.
Tidak kami ketahui adanya perbedaan diantara para
ulama bahwa pada asalnya mengangkat tangan ketika berdoa hukumnya sunnah dan
merupakan adab dalam berdoa. Dalil-dalil mengenai hal ini banyak sekali hingga
mencapai tingkatan mutawatir ma’nawi. Diantaranya hadist Abu
Hurairah, bahwa NabiShallallahu’alaihi Wasallam bersabda:
أَيُّهَا النَّاسُ، إِنَّ اللهَ طَيِّبٌ لَا يَقْبَلُ إِلَّا طَيِّبًا، وَإِنَّ اللهَ أَمَرَ الْمُؤْمِنِينَ بِمَا أَمَرَ بِهِ الْمُرْسَلِينَ، فَقَالَ: {يَا أَيُّهَا الرُّسُلُ كُلُوا مِنَ الطَّيِّبَاتِ وَاعْمَلُوا صَالِحًا، إِنِّي بِمَا تَعْمَلُونَ عَلِيمٌ} وَقَالَ: {يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُلُوا مِنْ طَيِّبَاتِ مَا رَزَقْنَاكُمْ} ثُمَّ ذَكَرَ الرَّجُلَ يُطِيلُ السَّفَرَ أَشْعَثَ أَغْبَرَ، يَمُدُّ يَدَيْهِ إِلَى السَّمَاءِ، يَا رَبِّ، يَا رَبِّ، وَمَطْعَمُهُ حَرَامٌ، وَمَشْرَبُهُ حَرَامٌ، وَمَلْبَسُهُ حَرَامٌ، وَغُذِيَ بِالْحَرَامِ، فَأَنَّى يُسْتَجَابُ لِذَلِكَ؟
“Wahai manusia, sesungguhnya Allah itu baik dan tidak menerima kecuali yang baik. Sesungguhnya apa yang Allah perintahkan kepada orang mukmin itu sama sebagaimana yang diperintahkan kepada para Rasul. Allah Ta’ala berfirman, ‘Wahai para Rasul, makanlah makanan yang baik dan kerjakanlah amalan shalih’ (QS. Al Mu’min: 51). Alla Ta’ala berfirman, ‘Wahai orang-orang yang beriman, makanlah makanan yang baik yang telah Kami berikan kepadamu’ (QS. Al Baqarah: 172). Lalu Nabi menyebutkan cerita seorang lelaki yang telah menempuh perjalanan panjang, hingga sehingga rambutnya kusut dan berdebu. Ia menengadahkan tangannya ke langit dan berkata: ‘Wahai Rabb-ku.. Wahai Rabb-ku..’ padahal makanannya haram, minumannya haram, pakaiannya haram, dan ia diberi makan dari yang haram. Bagaimana mungkin doanya dikabulkan?” (HR. Muslim)
Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam juga bersabda:إِنَّ اللَّهَ حَيِيٌّ كَرِيمٌ يَسْتَحْيِي إِذَا رَفَعَ الرَّجُلُ إِلَيْهِ يَدَيْهِ أَنْ يَرُدَّهُمَا صِفْرًا خَائِبَتَيْنِ“Sesungguhnya Allah itu sangat pemalu dan Maha Pemurah. Ia malu jika seorang lelaki mengangkat kedua tangannya untuk berdoa kepada-Nya, lalu Ia mengembalikannya dalam keadaan kosong dan hampa” (HR. Abu Daud 1488, At Tirmidzi 3556, di shahihkan oleh Al Albani dalam Shahih Al Jaami’ 2070)As Shan’ani menjelaskan: “Hadits ini menunjukkan dianjurkannya mengangkat kedua tangan ketika berdoa. Hadits-hadits mengenai hal ini banyak” (Subulus Salam, 2/708)
Demikianlah hukum asalnya. Jika kita memiliki
keinginan atau hajat lalu kita berdoa kepada Allah Ta’ala, kapan
pun dimanapun, tanpa terikat dengan waktu, tempat atau ibadah tertentu, kita
dianjurkan untuk mengangkat kedua tangan ketika berdoa.
Hukum Mengangkat Tangan
Ketika Berdoa Dalam Suatu Ibadah
Banyak hadits-hadits yang menyebutkan praktek
mengangkat tangan dalam berdoa dalam beberapa ritual ibadah, diantaranya:
1. Ketika berdoa istisqa dalam
khutbah
Sahabat Anas bin Malik Radhiallahu’anhu berkata:
كان النبي صلى الله عليه وسلم لا يرفع يديه في شيء من دعائه إلا في الاستسقاء ، وإنه يرفع حتى يرى بياض إبطيه“Biasanya Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam tidak mengangkat kedua tangannya ketika berdoa, kecuali ketika istisqa. Beliau mengangkat kedua tangannya hingga terlihat ketiaknya yang putih” (HR. Bukhari no.1031, Muslim no.895)
Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin berkata: “maksudnya,
dalam kondisi khutbah Nabi tidak pernah mengangkat kedua tangannya kecuali
(jika dalam khutbah tersebut) beliau berdoa memohon hujan (istisqa)” (Syarhul
Mumthi’, 5/215). Menunjukkan bahwa ini dilakukan ketika istisqabaik
dalam khutbah istisqa, ataupun dalam khutbah yang lainnya.
2. Ketika berdoa qunut dalam shalat
Sebagaimana diriwayatkan oleh Anas bin Malik Radhiallahu’anhu:
فَلَقَدْ رَأَيْتُ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كُلَّمَا صَلَّى الْغَدَاةَ رَفَعَ يَدَيْهِ فَدَعَا عَلَيْهِمْ“Aku melihat Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam setiap shalat shubuh beliau mengangkat kedua tangannya dan mendoakan keburukan bagi mereka” (HR. Ahmad 12402, dishahihkan oleh An Nawawi dalam Al Majmu 3/500)
Juga banyak diriwayatkan tentang hal ini dari
perbuatan para sahabat Nabi, diantaranya Umar bin Khattab, diceritakan oleh Abu
Raafi’ :
صليت خلف عمر بن الخطاب رضي الله عنه فقنت بعد الركوع ورفع يديه وجهر
بالدعاء
“Aku shalat di belakang Umar bin Khattab Radhiallahu’anhu, beliau membaca doa qunut setelah ruku’ sambil mengangkat kedua tangannya dan mengeraskan bacaannya” (HR. Al Baihaqi 2/212, dengan sanad yang shahih)
3. Ketika melempar jumrah
Berdasarkan hadits:
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ إِذَا رَمَى الجَمْرَةَ الَّتِي تَلِي مَسْجِدَ مِنًى يَرْمِيهَا بِسَبْعِ حَصَيَاتٍ، يُكَبِّرُ كُلَّمَا رَمَى بِحَصَاةٍ، ثُمَّ تَقَدَّمَ أَمَامَهَا، فَوَقَفَ مُسْتَقْبِلَ القِبْلَةِ، رَافِعًا يَدَيْهِ يَدْعُو، وَكَانَ يُطِيلُ الوُقُوفَ، ثُمَّ يَأْتِي الجَمْرَةَ الثَّانِيَةَ، فَيَرْمِيهَا بِسَبْعِ حَصَيَاتٍ، يُكَبِّرُ كُلَّمَا رَمَى بِحَصَاةٍ، ثُمَّ يَنْحَدِرُ ذَاتَ اليَسَارِ، مِمَّا يَلِي الوَادِيَ، فَيَقِفُ مُسْتَقْبِلَ القِبْلَةِ رَافِعًا يَدَيْهِ يَدْعُو، ثُمَّ يَأْتِي الجَمْرَةَ الَّتِي عِنْدَ العَقَبَةِ، فَيَرْمِيهَا بِسَبْعِ حَصَيَاتٍ، يُكَبِّرُ عِنْدَ كُلِّ حَصَاةٍ، ثُمَّ يَنْصَرِفُ وَلاَ يَقِفُ عِنْدَهَا“Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam biasanya ketika melempar jumrah yang berdekatan dengan masjid Mina, beliau melemparnya dengan tujuh batu kecil. Beliau bertakbir pada setiap lemparan lalu berdiri di depannya menghadap kiblat, berdoa sambil mengangkat kedua tanganya. Berdiri di situ lama sekali. Kemudian mendatangi jumrah yang kedua, lalu melamparnya dengan tujuh batu kecil. Beliau bertakbir setiap lemparan, lalu menepi ke sisi kiri Al Wadi. Beliau berdiri mengahadap kiblat, berdoa sambil mengangkat kedua tangannya. Kemudian beliau mendatangi Jumrah Aqabah, beliau melemparnya dengan tujuh batu kecil. Beliau bertakbir setiap lemparan, lalu pergi dan tidak berhenti di situ” (HR Bukhari 1753)
4. Ketika wukuf di Arafah
Diceritakan oleh Usamah bin Zaid Radhiallahu’anhu:
كُنْتُ رِدْفَ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِعَرَفَاتٍ «فَرَفَعَ يَدَيْهِ يَدْعُو“Aku pernah dibonceng oleh Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam di Arafah. Di sana beliau mengangkat kedua tangannya lalu berdoa” (HR. An Nasa’i 3993, Ibnu Khuzaimah 2824, di shahihkan Al Albani dalam Shahih Sunan An Nasa’i)
Dan masih banyak dalil yang lain.
Adapun mengangkat tangan ketika berdoa yang terkait
suatu ritual ibadah, hukumnya kembali pada dalil-dalil ibadah tersebut. Jika
terdapat dalil bahwa Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bahwa
mengangkat tangan dalam ibadah tersebut, maka dianjurkan mengangkat tangan.
Jika tidak ada dalil, maka tidak disyari’atkan mengangkat tangan.
Syaikh Abdul ‘Aziz bin Baaz berkata: “Banyak hadits
shahih yang menunjukkan bahwa Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam mengangkat
tangan ketika berdoa istisqa, ketika melempar jumrah yang pertama
dan kedua, ketika di awal-awal hari tasyriq, ketika haji wada, dan pada
tempat-tempat yang lain. Namun setiap ibadah yang dilakukan di masa Nabi Shallallahu’alaihi
Wasallam, jika ketika melakukannya beliau tidak mengangkat kedua tangannya,
berarti hal tersebut tidak disyariatkan kepada kita ketika melakukan ibadah
tersebut. Ini dalam rangka meneladani NabiShallallahu’alaihi Wasallam.
Contohnya ketika khutbah jum’at, khutbah Ied, doa di antara dua sujud dalam
shalat, doa-doa dzikir setelah shalat wajib, karena tidak ada dalil yang
menunjukkan hal tersebut. Yang disyariatkan kepada kita adalah meneladani
Nabi Shallallahu’alaihi Wasallamdalam melakukan suatu atau
meninggalkan suatu (dalam ibadah)” (Majmu’ Fatawa Ibnu Baaz, 26/144).
Karena dengan mengangkat tangan ketika berdoa yang
ada dalam suatu ibadah, tanpa adanya dalil bahwa Nabi Shallallahu’alaihi
Wasallam ini berarti menambah tata cara ibadah tersebut. Contohnya,
jika kita mengangkat tangan ketika membaca doa istiftah dalam shalat (yang
dibaca sebelum Al Fatihah), padahal Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam tidak
mencontohkan demikian, maka kita menambah 1 tata cara dalam shalat.
Tata Cara Mengangkat
Tangan Dalam Berdoa
Banyak sekali tata cara mengangkat tangan dalam
berdoa yang ada dalam riwayat-riwayat dari Nabi Shallallahu’alaihi
Wasallam dan para sahabat. Para ulama pun berselisih pendapat dalam
sebagian tata cara tersebut namun khilaf ini merupakan khilaf tanawwu’ (variasi),
dibolehkan mengambil mana saja dari variasi yang ada. Namun mengingkat banyak
sekali praktek mengangkat tangan dalam berdoa yang beredar di masyarakat,
hendaknya kita mencukupkan diri pada praktek-praktek mengangkat tangan yang
dijelaskan oleh para ulama dan tidak mengikuti cara-cara yang tidak diketahui
asalnya.
Jika kita kelompokkan, praktek-praktek mengangkat
tangan dalam berdoa bisa dibagi menjadi tiga. Sebagaimana pembagian dari
sahabat Ibnu ‘Abbas Radhiallahu’anhuma :
المسألة أن ترفع يديك حذو منكبيك أو نحوهما والاستغفار أن تشير بأصبع واحدة والابتهال أن تمد يديك جميعا“Al Mas’alah adalah dengan mengangkat kedua tanganmu sebatas pundak atau sekitar itu. Al Istighfar adalah dengan satu jari yang menunjuk. Al Ibtihal adalah dengan menengadahkan kedua tanganmu bersamaan” (HR. Abu Daud 1489, dishahihkan oleh Al Albani dalam Shahih Al Jami’ 6694)
Jenis pertama: Al
Mas’alah. Merupakan jenis yang umumnya dilakukan dalam berdoa. Bentuk ini
juga yang digunakan ketika membaca doa qunut, istisqa dan pada beberapa
rangkaian ibadah haji. Yaitu dengan membuka kedua telapak tangan dan
mengangkatnya sebatas pundak, sebagaimana digambarkan oleh Ibnu ‘Abbas. Juga
berdasarkan hadits:
إِذَا سَأَلْتُمُ اَللَّهَ فَاسْأَلُوهُ بِبُطُونِ أَكُفِّكُمْ وَلاَ تَسْأَلُوهُ بِظُهُورِهَا“Jika engkau meminta kepada Allah, mintalah dengan telapak tanganmu, jangan dengan punggung tanganmu” (HR. Abu Daud 1486, dishahihkan Al Albani dalam Silsilah Ash Shahihah 595)
Namun para ulama berbeda pendapat mengenai detail
bentuknya:
·
Ulama Hanafiyah mengatakan bahwa
kedua telapak tangan dibuka namun kedua tidak saling menempel, melainkan ada
celah diantara keduanya. (Lihat Al Mausu’ah Al Fiqhiyyah Al Kuwaitiyyah,
45/266)
·
Ulama Syafi’iyyah mengatakan telapak
tangan mengarah ke langit dan punggung tangan ke arah bumi, boleh ditempelkan
ataupun tidak. Ini dilakukan dalam doa untuk mengharapkan terkabulnya sesuatu.
Sedangkan untuk mengharapkan hilangnya bala, punggung tangan yang menghadap ke
langit, telapak tangan mengarah ke bumi (yaitu Al Ibtihal).
(Lihat Al Mausu’ah Al Fiqhiyyah Al Kuwaitiyyah, 45/266)
·
Sedangkan Hanabilah berpendapat
kedua tangan ditempelkan berdasarkan hadits:
كَانَ صَلَّى الله عَلَيْهِ وَسلم إِذا دَعَا ضم كفيه وَجعل بطونهما مِمَّا يَلِي وَجهه“Biasanya Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam ketika berdoa beliau menempelkan kedua telapak tangannya dan melihat pada kedua telapak tangannya” (HR. Ath Thabrani 5226, sanad hadits ini dhaif sebagaimana dikatakan oleh Al ‘Iraqi dalam Takhrijul Ihya 1/326). (Lihat Al Mausu’ah Al Fiqhiyyah Al Kuwaitiyyah, 45/266)
·
Syaikh Shalih Alu Asy Syaikh
menjelaskan lebih detil jenis ini: “Mengangkat kedua tangannya dengan telapak
tangan terbuka di depan dada, tepatnya di pertengahan dada. Umumnya bentuk ini
yang digunakan oleh Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam dalam
berdoa. Namun terkadang beliau beliau berdoa di Arafah dengan cara begini:
mengangkat kedua tangannya tepatnya dipertengahan dada lalu menengadahkannya
sebagaimana orang yang meminta makanan, tidak meletakannya dekat wajah namun
juga tidak jauh dari wajah dan masih dikatakan ada di pertengahan dada. Juga
dengan membuka kedua telapaknya bagaikan orang miskin yang meminta makanan” (Syarh
Arba’in An Nawawiyyah, 1/112)
·
Syaikh Bakr Abu Zaid
menjelaskan cara lain: “Boleh juga seseorang menutup wajahnya dengan telapak
tangannya dan kedua punggung tangannya menghadap kiblat” (Tas-hih Ad Du’a,
1/117)
Jenis kedua: Al Istighfar.
Yaitu dengan mengangkat tangan kanan dan jari telunjuk menunjuk ke atas. Syaikh
Shalih Alu Asy Syaikh mengatakan: “Cara ini khusus bagi khatib yang berdiri.
Jika ia berdoa, cukup jari telunjuknya menunjuk ke atas. Ini simbol dari doa
dan tauhidnya. Tidak disyariatkan bagi khatib mengangkat kedua tangannya
(ketika berdoa) jika ia berkhutbah sambil berdiri di atas mimbar atau di atas
benda lainnya, kecuali jika sedang berdoa istisqa (maka boleh mengangkat kedua
tangan)” (Syarh Arba’in An Nawawiyyah, 1/112). Termasuk dalam jenis ini,
khatib jum’at yang membaca doa, yang sesuai sunnah adalah dengan mengacungkan
telunjuknya ke langit ketika sedang berdoa.
Dalil dari jenis ini diantaranya hadits:
عَنْ عُمَارَةَ بْنِ رُؤَيْبَةَ، قَالَ: رَأَى بِشْرَ بْنَ مَرْوَانَ عَلَى الْمِنْبَرِ رَافِعًا يَدَيْهِ، فَقَالَ: «قَبَّحَ اللهُ هَاتَيْنِ الْيَدَيْنِ، لَقَدْ رَأَيْتُ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَا يَزِيدُ عَلَى أَنْ يَقُولَ بِيَدِهِ هَكَذَا، وَأَشَارَ بِإِصْبَعِهِ الْمُسَبِّحَةِ»“Dari ‘Umarah bin Ru’aybah, ia berkata bahwa ia melihat Bisyr bin Marwan mengangkat kedua tangannya (ketika menjadi khatib) di atas mimbar. ‘Umarah lalu berkata kepadanya: ‘Semoga Allah memburukkan kedua tanganmu ini, karena aku telah melihat Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam ketika menjadi khatib tidak menambah lebih dari yang seperti ini: (Umarah lalu mengacungkan jari telunjuknya)‘” (HR. Muslim, 847)
Jenis ketiga: Al Ibtihal. Yaitu dengan bersungguh-sungguh mengangkat
kedua tangan ke atas dengan sangat tinggi hingga terlihat warna ketiak. Boleh
juga hingga punggung tangan menghadap ke langit dan telapaknya menghadap ke
bumi. Jenis ini dilakukan ketika keadaan benar-benar sulit, mendapat musibah
yang sangat berat, sedang sangat-sangat mengharapkan sesuatu, atau berdoa dalam
keadaan sangat berduka, atau ketika istisqa (memohon hujan).
Diantara dalil dari jenis ini adalah hadits Anas bin Malik Radhiallahu’anhu :
كان النبي صلى الله عليه وسلم لا يرفع يديه في شيء من دعائه إلا في الاستسقاء ، وإنه يرفع حتى يرى بياض إبطيه“Biasanya Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam tidak mengangkat kedua tangannya ketika berdoa, kecuali ketika istisqa. Beliau mengangkat kedua tangannya hingga terlihat ketiaknya yang putih” (HR. Bukhari no.1031, Muslim no.895)
Juga dalam hadits lain dari Anas bin Maalik Radhiallahu’anhu:
أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ اسْتَسْقَى، فَأَشَارَ بِظَهْرِ كَفَّيْهِ إِلَى السَّمَاءِ“Pernah Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam ber-istisqa (meminta hujan), beliau mengarahkan punggung tangannya ke langit” (HR. Muslim 895)
Semoga bermanfaat.