Antara Sahabat dan Hati
August 26, 2014
“Tanpa mulut berbicara, sebenarnya hatiku sudah bicara. Hanya saja kau tak
pernah peka pada perasaanku ini Chan.” Ujar Jill dalam hati yang disertai isak
tangis.
Perih rasanya melihat sobatku yang dahulu ceria dan penuh tawa, kini berubah
menjadi penyendiri. Hanya karena pemuda tampan yang mengaku sahabat kami,
Chandra Suryananda. Ini dimulai dengan kejadian satu bulan yang lalu.
Hari itu, kami masih seperti biasa, menjalani hari-hari kami yang menyenangkan
bersama-sama, Aku, Jill, dan Chandra. Mulai dari pagi yang riang, berangkat
bersama ke sekolah yang penuh canda. Bersama dengan riuhnya kicauan pipit,
ranting-ranting yang bergesekan tertiup angin, dan udara pagi kotaku yang penuh
dengan aktivitas. Kami mulai hari itu dengan berangkat ke sekolah menyusuri
jalanan kota dengan naik sepeda lipat kami.
“Girls, kalian tau ngga kemarin nyokap beliin gue gadget baru. Tapi gara-gara
itu juga, gue jadi kena omel mulu sama bokap, kenapa coba? Ya gara-gara gue
main mulu lah. Dan lu tau ngga Jill, Riz, gue abis kenalan sama bule Australia
lewat Twitteeer... Asik tauuu yeahh”. Ungkap Chandra dengan girangnya.
“Chand, lihat ke depan jangan ngomong mulu deh ! Berisik tahu. Udahlah yang
penting kita ngebut aja, ini udah jam berapa woy?” Balasku geram.
“Rizka, mending lo yang diem, lihat deh orang yang lu boncengin Cuma
cengar-cengir terpesona sama gue, Hwakaka”. Ujar Chandra sambil mengacungkan
jari telunjuknya ke hidung Jill.
“Enak aja lu, terpesona apaan coba? Gue cuma aneh aja sama lu, kok ada ya cowok
cerewet kayak lu. Tapi, jangan sedih... Lu tetep jadi kesayangan gue kok,
xixixi”. Kata Jill sambil terbahak karena ucapannya yang terkesan alay.
Ah, itulah suasana yang tak kan terlupakan dalam hidup kami. Ya, persahabatan
kami memang indah dan terindah, sebelum hati Jill menghancurkan semua ini.
Di sawah dekat tanah lapang, kami bertiga tengah duduk di sebuah gubuk kecil.
Markas kecil kami, yang dipenuhi dengan jutaan kenangan. Saat itu, adalah
terakhir kalinya kami mengunjungi markas bersejarah ini. Hanya karena ungkapan
Jill yang tak pernah ku duga sebelumnya. Pernyataannya itu membuat gendang
telingaku pecah. Bukan karena apa-apa, tapi aku hanya tak mengira. Jill yang
duduk di tengah antara aku dan Chandra kemudian menyandarkan kepalanya di
pundak Chandra. Hal yang tak biasa terjadi, seorang Jill yang tampak tak pernah
akur dengan Chand.
“Hei, ada apa Peri Bawel. Kenapa bersandar? Sakitkah?”. Tanya Chandra yang
sedikit berubah ekspresi tapi memaksakan untuk tetap terlihat riang.
“Apa salah seorang Jill mengagumimu Chandra? Apa salah jika aku mencintaimu
lebih dari cinta seorang sahabat? Aku tahu, terjebak friend zone itu
menyakitkan. Tapi itulah yang terjadi padaku”. Ucap Jill dengan gaya bahasa
dramatis.
“Maksud lo? Gu.. gu.. gue ngga ngerti Jill, beneran deh”. Tanya Chand gugup.
Tiba-tiba saja Jill berdiri dari duduknya. Dan berlari menuju jalan kecil yang
tertuju ke rumahnya. Sedangkan Chandra hanya menatap kepergian Jill dengan
tanda tanya besar di otaknya. Dan aku pun segera menyusul Jill. Dirumahnya,
Jill mengurung diri di kamar, tak ada satu orang pun yang boleh masuk. Tapi aku
tetap memaksakan diri untuk masuk, lewat jendela kamarnya yang rusak dan
memudahkanku untuk menyelinap masuk. Aku memeluknya dengan bungkam, sebab
aku takut untuk bertanya pada sahabatku itu. Aku takut jika aku tanyakan, dia
akan tambah bersedih. Hingga pada akhirnya Jill membuka mulut dan tersenyum
masam.
“Riz, menurut lu, gue jadi pengkhianat ya? Maafin gue ya Riz, gue udah hancurin
persahabatan kita”. Isak Jill
“Lo ngga salah Jill, cinta itu emang ngga pilih-pilih. Dan siapa yang tahu kalau
akhirnya hati lo milih Chandra? Karena pilihan itu ngga bisa di tebak, pasti
akan muncul pada waktunya”. Ujarku mencoba menenangkan hati Jill.
“Mungkin lu bisa bicara gitu, karena lu ngga ngalamin. Gue takut kalau Chandra
ngga bisa nerima pengakuan gue dan malah ngejauh dari gue. Bodoh, Jill bodoh
!!” Teriak Jill disertai jatuhnya butiran kristal cair dari pelupuk matanya.
Karena aku tak bisa membuatnya tersenyum lagi saat itu, aku putuskan untuk
kembali ke gubuk dan ternyata Chand masih disana. Chand tampak sedang memainkan
tongkat kayu dan melukiskannya ke tanah. Dari kejauhan terlihat lukisan di
tanah itu berbentuk hati. Tapi begitu aku mendekat, dia lalu menghapus lukisan
itu dengan kakinya. Aku mendekat, tapi Chand tetap bungkam tak sepatah kata pun
ia ungkapkan. Dan tanpa memandang wajahku, ia berjalan gontai menuju sepedanya.
Tampaknya, ia merasa bersalah pada Jill. Semenjak hari itu, Chandra tak pernah
ada di antara aku dan Jill. Dia tak pernah ke rumahku untuk berangkat sekolah
bersama, Chand pun tak pernah datang ke gubuk kami. Entah apa yang dia
pikirkan, dengan bodohnya dia membuat Jill tambah merasa bersalah. Di sekolah,
Chandra lebih banyak menghabiskan waktunya sendiri di perpustakaan. Jill
terlihat sangat sedih akan hal itu, tapi ia tak bisa berbuat apapun. Tapi aku,
aku harus membenahi semua ini.
Siang itu di sekolah, aku mengendap-endap di perpus mencari Chand. Dia ada di
ujung bangku baca tengah menulis sesuatu di buku catatannya. Aku kini berdiri
di belakangnya, mengangkat tanganku dan akan segera menepukkannya di pundak
Chandra Suryananda , sobatku. Tapi, aku mengurungkan niatku dan membaca sepucuk
puisi yang tertuju kepada... kepada Jill?
Aku tahu itu, aku tau hatimu telah bicara
Aku hanya menunggu hatiku mampuAku tahu, aku tahu tanpa kau berucapKarena rasamu pun rasaku..Kepada : Dian Rahayu
Sekarang aku tahu, Chand dan Jill saling cinta. Dan aku putuskan untuk
mempertemukan mereka di markas, hari itu penuh tawa tapi juga tangis.
“Jill, maaf ya kalau selama ini aku buat kamu nangis. Aku sayang kamu, kamu mau
jadi pacarku?”
“Iya Chand, aku maafin. Okay aku mau jadi pacar kamu tapi, kamu harus jadi
sahabat aku dan Rizka lagi. Deal yaa”.
“Gimana bisa pacar ngerangkap jadi sahabat? Ah okay aja deh”.